kekejaman jepang terhadap wanita, kekejaman
jepang pada masa
penjajahan, kekejaman jepang dalam
bidang ekonomi menyebabkan hidup, kekejaman jepang terhadap cina, kekejaman tentara jepang, kekejaman belanda, kekejaman tentara suriah terhadap wanita,
kekejaman tentara nippon, kekejaman jepang
di indonesia
Indonesia adalah negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945 dengan hasil jerih payah bangsa kita sendiri. Banyak negara yang sudah menjajah Indonesia yaitu Inggris, Portugis, Belanda dan Jepang, tetepi dari semua itu banyak menyisakan cerita pahit bagi bangsa Indonesia adalah saat masa penjajahan Jepang. Jepang menganggap bahwa dirinya adalah saudara tua dari Indonesia, namun jika memang Jepang saudara Indonesia mengapa mereka menjajah bangsa kita?
Indonesia adalah negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945 dengan hasil jerih payah bangsa kita sendiri. Banyak negara yang sudah menjajah Indonesia yaitu Inggris, Portugis, Belanda dan Jepang, tetepi dari semua itu banyak menyisakan cerita pahit bagi bangsa Indonesia adalah saat masa penjajahan Jepang. Jepang menganggap bahwa dirinya adalah saudara tua dari Indonesia, namun jika memang Jepang saudara Indonesia mengapa mereka menjajah bangsa kita?
Itu adalah salah
satu bentuk tipu muslihat Jepang untuk memanfaatkan Indonesia demi
kepentinganya sendiri tenpa memperdulikan penderitaan rakyat Indonesia. Berikut
adalah bentuk kekejaman pendudukan Jepang di Indonesia:
1. 1. Jugun Ianfu (慰安婦/Comfort Women )
Jugun Ianfu adalah
istilah Jepang terhadap perempuan penghibur tentara kekaisaran Jepang dimasa
perang Asia Pasifik, istilah asing lainnya adalah Comfort Women. Pada
kenyataannya Jugun Ianfu bukan merupakan perempuan penghibur tetapi perbudakan
seksual yang brutal, terencana, serta dianggap masyarakat internasional sebagai
kejahatan perang. Diperkirakan 200 sampai 400 ribu perempuan Asia
berusia 13 hingga 25 tahun dipaksa menjadi budak seks tentara Jepang.
Jugun
Ianfu diciptakan karena invansi ke negara lain yang mengakibatkan
peperangan membuat kelelahan mental tentara Jepang. Kondisi ini mengakibatkan
tentara Jepang melakukan pelampiasan seksual secara brutal dengan cara
melakukan perkosaan masal yang mengakibatkan mewabahnya penyakit kelamin yang
menjangkiti tentara Jepang. Hal ini tentunya melemahkan kekuatan angkatan
perang kekaisaran Jepang. Situasi ini memunculkan gagasan untuk merekrut
perempuan-perempuan lokal , menyeleksi kesehatan dan memasukan mereka ke dalam
Ianjo-Ianjo sebagai rumah bordil militer Jepang.
Mereka direkrut dengan cara halus seperti
dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagai pemain sandiwara, pekerja rumah
tangga, pelayan rumah makan dan juga dengan cara kasar dengan menteror disertai
tindak kekerasan, menculik bahkan memperkosa di depan keluarga. Merka direkrut oleh Militer Jepang, sipil Jepang, pejabat
lokal sepeti bupati, camat, lurah dan RT
Sebagian besar perempuan-perempuan yang
berasal dari pulau Jawa yang dijadikan Jugun Ianfu seperti Mardiyem, Sumirah,
Emah Kastimah, Sri Sukanti, hanyalah sebagian kecil Jugun Ianfu Indonesia yang
bisa diidentifikasi. Masih banyak Jugun Ianfu Indonesia yang hidup maupun sudah
meninggal dunia yang belum terlacak keberadaannya.
Para wanita
indonesia yang dijadikan penghibur di perlakukan semena – mena. Mereka diperkosa dan
disiksa secara kejam. Dipaksa melayani kebutuhan seksual tentara Jepang
sebanyak 10 hingga 20 orang siang dan malam serta dibiarkan kelaparan. Kemudian
di aborsi secara paksa apabila hamil. Banyak perempuan mati dalam Ianjo karena
sakit, bunuh diri atau disiksa sampai mati.
Ianjo pertama di dunia dibangun di
Shanghai, Cina tahun 1932. Pembangunan Ianjo di Cina dijadikan model untuk
pembangunan Ianjo-Ianjo di seluruh kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia
sejak pendudukan Jepang tahun 1942-1945 telah dibangun Ianjo diberbagai wilayah
seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara, Sumatra, Papua.
Setelah perang Asia Pasifik usai Jugun Ianfu yang masih hidup didera
perasaan malu untuk pulang ke kampung halaman. Mereka memilih hidup ditempat
lain dan mengunci masa lalu yang kelam dengan berdiam dan mengucilkan diri.
Hidup dalam kemiskinan ekonomi dan disingkirkan masyarakat. Mengalami
penderitaan fisik, menanggung rasa malu dan perasaan tak berharga hingga akhir
hidupnya.
Kaisar Hirohito merupakan pemberi restu sistem Jugun Ianfu ini diterapkan di seluruh Asia Pasifik. Para pelaksana di lapangan adalah para petinggi militer yang memberi komando perang. Maka saat ini pihak yang harus bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan ini adalah pemerintah Jepang.
Kaisar Hirohito merupakan pemberi restu sistem Jugun Ianfu ini diterapkan di seluruh Asia Pasifik. Para pelaksana di lapangan adalah para petinggi militer yang memberi komando perang. Maka saat ini pihak yang harus bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan ini adalah pemerintah Jepang.
Juli 1995 Asian Women’s Fund (AWF)
didirikan oleh organisasi swasta Jepang. Organisasi ini dituduh sebagai “agen
penyuap” untuk meredam protes masyarakat internasional dan tidak mewakili
pemerintah Jepang secara resmi. Di masa pemerintahan Soeharto Tahun 1997
Menteri Sosial Inten Suweno menerima dana santunan bagi para korban sebesar 380
juta yen yang diangsur selama 10 tahun. Namun banyak para korban menyatakan
tidak pernah menerima santunan tersebut. Para korban dari adanya Jugun Iafu menuntut beberapa hal pada AWF
yaitu :
1. Pemerintah Jepang masa
kini harus mengakui secara resmi dan meminta maaf bahwa perbudakan seksual
dilakukan secara sengaja oleh negara Jepang selama perang Asia Pasifik
1931-1945.
2. Para korban diberi
santunan sebagai korban perang untuk kehidupan yang sudah dihancurkan oleh
militer Jepang.
3. Menuntut
dimasukkannya sejarah gelap Jugun Ianfu ke dalam kurikulum sekolah di Jepang
agar generasi muda Jepang mengetahui kebenaran sejarah Jepang.
Tahun 1992, untuk pertama kalinya Kim Hak
Soon korban asal Korea Selatan membuka suara atas kekejaman militer Jepang
terhadap dirinya ke publik. Setelah itu masalah Jugun Ianfu terbongkar dan satu
persatu korban dari berbagai negara angkat suara. Kemudian tahun 2000 telah
digelar Tribunal Tokyo yang menuntut pertanggung jawaban Kaisar Hirohito dan
pihak militer Jepang atas praktek perbudakan seksual selama perang Asia
Pasifik. Tahun 2001 final keputusan dikeluarkan di Tribunal The Haque. Setelah
itu tekanan internasional terhadap pemerintah Jepang terus Dilakukan. Oktober
2007 kongres Amerika Serikat mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menekan
pemerintah Jepang memenuhi tanggung jawab politik atas masalah ini . Meski
demikian pemerintah Jepang sampai hari ini belum mengakui apa yang telah
diperbuat terhadap ratusan ribu perempuan di Asia dan Belanda pada masa perang
Asia Pasifik.
2. 2. Romusha
Romusha adalah
panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa
penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan
romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para
petani menjadi romusha. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui
pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta. Dalam
sidangnya yang pertama, Chuo Sangi In mengusulkan beberapa syarat antara
lain supaya dibentuk badan-badan yang memotivasi rakyat menjadi
tenaga sukarela, melalui kerja sama dengan bupati, wedana, camat dan
kepala desa untuk pengerahan tenaga kerja (buruh) sekarela di
perusahaan-perusahaan bala tentara Jepang.
Namun dalam pelaksanaannya persyaratan yang disampaikan oleh Chuo Sangi In itu diabaikan. Pada hakikatnya mereka tidak lebih dari pekerja paksa. Seperti halnya di Yogyakarta, tepatnya di desa Timbul Harjo, Bantul, pengerahan romusha dilakukan oleh perangkat desa dengan cara medatangi keluarga-keluarga yang memiliki tenaga potensial untuk dijadikan romusha. Keluarga yang menolak, mereka takut-takuti akan dikucilkan. Jika anak yang diminta itu tidak berada dirumah, mereka biasanya mencari ke sawah dan kalau sudah ketemu dibawa secara paksa ketempat pengerahan
Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena memang tidak ada
perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa dan buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942, Jepang telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak
pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban
moral.
Namun dalam pelaksanaannya persyaratan yang disampaikan oleh Chuo Sangi In itu diabaikan. Pada hakikatnya mereka tidak lebih dari pekerja paksa. Seperti halnya di Yogyakarta, tepatnya di desa Timbul Harjo, Bantul, pengerahan romusha dilakukan oleh perangkat desa dengan cara medatangi keluarga-keluarga yang memiliki tenaga potensial untuk dijadikan romusha. Keluarga yang menolak, mereka takut-takuti akan dikucilkan. Jika anak yang diminta itu tidak berada dirumah, mereka biasanya mencari ke sawah dan kalau sudah ketemu dibawa secara paksa ketempat pengerahan
Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena memang tidak ada
perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa dan buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942, Jepang telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak
pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban
moral.
Mereka meninggal
karena kekurangan makan, kelelahan, malaria dan terjangkit penyakit. Selain itu
juga karena kerasnya pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan tidak berperi
kemanusiaan. Dibarak-barak romusha tidak tersedia perawatan dan tenaga
kesehatan. Seakan-akan telah menjadi rumus bahwa siapa yang tidak lagi kuat
bekerja maka akan mati.
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
Para tenaga kerja
yang disebut romusha atau jepang menyebutnya prajutit pekerja, diperlukan untuk
membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan, gudang senjata, jalan
raya dan lapangan udara. Selain itu, mereka diperkejakan di pabrik-pabrik
seperti pabrik garam dan pabrik kayu di Surabaya dan di Sumatera Selatan,
mereka diperkejakan di pabrik pembuatan dinamit di Talangbetutu atau
dipertambangan batu bara serta penyulingan minyak. Mereka diperkejakan pula
dipelabuhan- pelabuhan antara lain memuat dan membongkar barang-barang dari
kapal-kapal. Bahkan di desa Gendeng, dekat Badug, Yohyakarta misalnya romusha
menanam sayuran dan palawija guna memenuhi kebutuhan makan Jepang dan romusha
itu sendiri.
itu sendiri.
Pada umumnya
mereka diperdapat di desa-desa, terdiri dari pemuda petani dan penganggur.
Pulau Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya memungkinkan pengerahan tenaga
tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan bersifat
sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan, karena
orang masih terpengaruh propaganda “ intik kemakmuran bersama Asia Timur Raya.
Bahkan, dibeberapa kota terdapat barisan-barisan romusha untuk bekerja
ditempat-tempat dan pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, dalam bulan September
1944 sejumlah 500 orang romusha sukarela, yang terdiri dari pegawai tinggi dan
menengah serta golongan terpelajar di bawah pimpinan Ir Soekarno berangkat dari
kantor besar Jawa Hokokai dengan berjalan kaki ke stasiun tanah abang, Jakarta
diiringi orkes suling Maluku. Di antara mereka juga terdapat pula orang Cina,
Arab, dan India. Rombongan diikuti pula oleh anggota yang sudah berumur 60
tahun, sehingga Soekarno memuji mereka sebagai masih kuat seperti orang muda.
Lama-kelamaan karena kebutuhan yang terus meningkat di seluruh Asia Tenggara,pengerahan tenaga yang bersifat sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi paksaan. Pemerintah
Lama-kelamaan karena kebutuhan yang terus meningkat di seluruh Asia Tenggara,pengerahan tenaga yang bersifat sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi paksaan. Pemerintah
Tentara Ke-16
membentuk suatu badan kusus yang melaksanakan pengerahan romusha secara
besar-besaran pada tahun 1944. Badan ini disebut Romukyoku
Romukyoku membuat peraturan sebagai berikut : orang atau badan yang membutuhkan tenaga romusha lebih dari 30 orang diharuskan mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Sipemohon, baik orang maupun badan, harus memiliki perusahaan atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Bahkan, banyak di antara petugas pengerahan romusha bersikap curang, seperti mencoret nama yang sudah terdaftar dan menggantikan dengan nama lain karena menerima suap sejumlah uang. Sebaliknya, ada pula kepala desa yang menunjuk seorang yang menjadi romusha sebagai tindakan balas dendam atau rasa tidak suka. Dengan uang pula, seseorang yang sudah terdaftar sebagai romusha dapat menunjuk
orang lain sebagai penggantinya.
Romukyoku membuat peraturan sebagai berikut : orang atau badan yang membutuhkan tenaga romusha lebih dari 30 orang diharuskan mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Sipemohon, baik orang maupun badan, harus memiliki perusahaan atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Bahkan, banyak di antara petugas pengerahan romusha bersikap curang, seperti mencoret nama yang sudah terdaftar dan menggantikan dengan nama lain karena menerima suap sejumlah uang. Sebaliknya, ada pula kepala desa yang menunjuk seorang yang menjadi romusha sebagai tindakan balas dendam atau rasa tidak suka. Dengan uang pula, seseorang yang sudah terdaftar sebagai romusha dapat menunjuk
orang lain sebagai penggantinya.
Romusha yang
diperkejakan di proyek-proyek, antara lain pembuatan jalan, jembatan,
barak-barak militer, berlangsung selama satu sampai tiga bulan. Lebih dari tiga
bulan merupakan masa kerja romusha yang
diperkejakan di proyek-proyek diluar keresidenan mereka. Tidak hanya keluar Jawa, bahkan eomusha dikirim ke luar Indonesia, seperti Birma, Muang, Tgai, Vietnam dan Malaysia.
Tidak sesuai dengan usul yang disampaikan oleh anggota Chuo Sangi In agar para romusha diperlakukan secara layak, ternyata mereka diperlakukan sangat buruk. Sejak pagi buta sampai petang hari mereka
dipaksa melakukan pekerjaan kasar tanpa makan dan perawatan cukup, membuat kondisi fisik mereka menjadi sangat lemah dan mereka gampir tidak punya sisa kekuatan. Jika ada diantara mereka yang beristirahat sekalipun hanya sebentar, hal itu akan mengundang maki-makian dan pukulan-pukulan dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya pada malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah. Dalam keadaan demikian, mereka tidak punya daya tahan lagi terhadap penyakit. Karena tidak sempat memasak air minum, sedangkan buang air di sembarang tempat, berjangkitnya wabah disentri, karena tidak dapat menghindari diri dari serangan nyamuk, banyak diantara mereka yang diserang malaria.
diperkejakan di proyek-proyek diluar keresidenan mereka. Tidak hanya keluar Jawa, bahkan eomusha dikirim ke luar Indonesia, seperti Birma, Muang, Tgai, Vietnam dan Malaysia.
Tidak sesuai dengan usul yang disampaikan oleh anggota Chuo Sangi In agar para romusha diperlakukan secara layak, ternyata mereka diperlakukan sangat buruk. Sejak pagi buta sampai petang hari mereka
dipaksa melakukan pekerjaan kasar tanpa makan dan perawatan cukup, membuat kondisi fisik mereka menjadi sangat lemah dan mereka gampir tidak punya sisa kekuatan. Jika ada diantara mereka yang beristirahat sekalipun hanya sebentar, hal itu akan mengundang maki-makian dan pukulan-pukulan dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya pada malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah. Dalam keadaan demikian, mereka tidak punya daya tahan lagi terhadap penyakit. Karena tidak sempat memasak air minum, sedangkan buang air di sembarang tempat, berjangkitnya wabah disentri, karena tidak dapat menghindari diri dari serangan nyamuk, banyak diantara mereka yang diserang malaria.
UNIT 731 : Eksperimen biologi dan kimia terhadap manusia ( Tahanan Perang )
UNIT 731 adalah eksperimen
biologi dan kimia Jepang yang dirahasiakan, tahanan perang digunakan dalam
eksperimen ini.
Adapun eksperimen itu antara
lain :
- Menggantung manusia naik
turun untuk melihat berapa lama akan bertahan sebelum tercekik sampai mati.
- Menginjeksi udara ke arteri manusia untuk melihat berapa lama waktu terjadi emboli.
- Meninjeksi urin kuda ke ginjal manusia.
- Tidak memberikan makanan kepada tahanan untuk melihat berapa lama mereka akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di ruangan bertekanan tinggi untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di temperatur yang ekstrim untuk melihat
- Menginjeksi udara ke arteri manusia untuk melihat berapa lama waktu terjadi emboli.
- Meninjeksi urin kuda ke ginjal manusia.
- Tidak memberikan makanan kepada tahanan untuk melihat berapa lama mereka akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di ruangan bertekanan tinggi untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di temperatur yang ekstrim untuk melihat
bagaimana suhu dapat merusak
tubuh manusia dan melihat berapa lama manusia tsb bertahan hidup sampai mati.
- Menggunakan tahanan perang sebagai eksperimen meneliti hubungan antara temperatur, pembakaran, dan ketahanan hidup.
- Menempatkan manusia dalam mesin pemutar untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menginjeksi darah hewan ke manusia untuk mempelajari efeknya.
- Menggunakan radiasi sinar-x tinggi kepada tahanan untuk mempelajari efeknya.
- Menempatkan manusia di dalam ruangan gas beracun untuk mempelajari efeknya.
- Menginjeksi air laut untuk melihat apakah dapat mengganti kadar garam dalam tubuh manusia.
- Menggunakan tahanan perang sebagai eksperimen meneliti hubungan antara temperatur, pembakaran, dan ketahanan hidup.
- Menempatkan manusia dalam mesin pemutar untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menginjeksi darah hewan ke manusia untuk mempelajari efeknya.
- Menggunakan radiasi sinar-x tinggi kepada tahanan untuk mempelajari efeknya.
- Menempatkan manusia di dalam ruangan gas beracun untuk mempelajari efeknya.
- Menginjeksi air laut untuk melihat apakah dapat mengganti kadar garam dalam tubuh manusia.
Dari semua kekejaman Jepang
pada Indonesia banyak menyisakan kenangan – kenangan yang kelam. Baca Juga Peninggalan Penjajahan Jepang
Thanks for reading & sharing Berbagi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Hiburan
0 comments:
Post a Comment